Kesehatan
Mental
“
Persepsi Masyarakat Terhadap Polisi ”
Disusun oleh :
Shelfika Rahmiza Yutia
16512973
2PA07
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
2014
Latar Belakang
Semenjak manusia
mengenal peradaban di dunia ini , pakaian seragam telah dikenal
keberadaannya. Terbukti kalau kita mempelajari sejarah kehidupan manusia
semenjak jaman sejarah, pakaian seragam telah dipakai oleh para tentara
kerajaan ,dayang – dayang , orang – orang yang bertugas pada bagian tertentu di
suatu kerajaan yang ada di berbagai belahan dunia. Di Indonesia pakaian seragam
pun sudah dikenal semenjak beberapa ratus tahun yang lalu, hal ini dapat
dilihat pada relief-relief yang ada di berbagai candi ataupun dapat dilihat pada
kitab-kitab kuno . Umumnya
baju pakaian seragam
dibuat pada jaman dahulu bertujuan untuk menegakkan keteraturan , ketertiban
dan wibawa dari seluruh pengguna seragam didalam suatu pemerintahan pada
saat itu. Seragam adalah berarti sama ragam,corak dan budaya pakaian busana
yang melekat yang disebut seragam selalu menggambarkan identitas social
individu tersebut seperti pasukan kuning, satpam, polisi, TNI, pegawai negeri
dll.
Pemakaian seragam di masyarakat memberikan tanggung
jawab yang berbeda-beda bagi si pemakai seragam. Contoh nya pengguna seragam
polisi , berarti orang tersebut berprofesi sebagai polisi yang sudah seharusnya
menjaga keamanan dan kedisiplinan, mengatur kemacetan lalu lintas serta dapat
mengayomi masyarakat dengan baik.
Di beberapa instansi tertentu,untuk mendapatkan
seragam membutuhkan waktu yang cukup lama,selain itu juga membutuhkan
pengorbanan secara fisik dan mental. Karena cara mendapatkan seragam yang
berbeda itulah biasanya sang pemilik seragam sangat menjaga “status” yang dapat
ditunjukan melalui seragam tersebut. contohnya untuk mendapatkan seragam polisi
seorang taruna harus menempuh pendidikan panjang yang melibatkan fisik,kognitif
dan mentalnya.
Ada banyak cara orang menunjukan status social dibalik
seragam yang dikenakan. Misalnya, melaksanakan tugas pelayanan masyarakat
dengan baik dan mengabdi pada Negara (untuk profesi polisi, dokter, perawat,
pegawai negeri sipil, dan lain-lain). Ada contoh lain nya dalam menyalahgunakan
memakai seragam polisi beserta lengkap dengan atribut lambang dan pangkatnya,
padahal dia bukan seorang anggota polri. Ketika ditanya oleh warga di sekitar
lingkungan nya, dia memakai baju itu hanya untuk alasan keamanan. Akan tetapi
penyalahgunaan pemakaian seragam polisi ini tidak dibenarkan karena seragam
polisi lengkap dengan atributnya hanya diperuntukkan bagi polisi dan akan
dikenakan pasal 1 ayat 10 peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2010 tentang
Hak-Hak Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Namun, penggunaan seragam seringkali disalahgunakan
oleh pemiliknya. Banyak diantara kasus penyalahgunaan seragam adalah
menimbulkan kekerasan pada orang lain, atau tindak kriminal lainnya. Penyalahgunaan
tersebut biasanya karena si pengguna seragam merasa lebih dari orang yang tidak
memiliki seragam yang sama. Seperti penyalahgunaan pemakaian seragam pada
polisi.
Polisi
adalah sebagai alat lembaga Negara yang mempunyai tugas dan tujuan untuk
melindungi dan mengayomi masyarakat maupun warga Negara. Namun pada kenyataannya
dalam keseharian yang dapat kita lihat dan yang kita rasakan adalah polisi
bagaikan hantu yang sangat menakutkan baik di siang maupun di malam hari. Alat
pengayom malah menjadi suatu yang ditakuti masyarakat, bukannya dihormati
masyarakat. Makna mengayomi disini maksudnya adalah memberikan contoh, terutama
contoh yang baik untuk pemerintah, rakyat, maupun negaranya.
Banyak
sekali wewenang polisi yang kita temui di dalam khidupan sehari-hari. Polisi
memang alat pengaman Negara, bersama tentara, polisilah yang bertugas mengawal
stabilitas Negara. Tetapi pada hak dan kewajiban polisi tetaplah sebagai warga
Negara yang sama seperti warga Negara sipil lainnya. Bedanya hanya diwewenang
saja. Sebagai sama-sama manusianya, polisi juga punya salah, punya khilaf,
punya dosa, punya ego, punya nafsu akan keduniaan, yang cobaannya lebih banyak
dari warga Negara biasa. Wewenang adalah cobaan utama bagi seorang polisi.
Ada kasus
kekerasan atau perilaku menyimpang yang dilakukan oleh polisi yaitu perilaku
menyimpang yang dilakukan polisi adalah dalam kasus salah
tembak, adapun
yang melakukan pemerkosaan,
sodomi
dan perzinahan terhadap warga atau masyarakat. Misalnya kasus nya adalah anggota polisi
tersebut dipergoki berselingkuh dengan istri salah satu anak buahnya, tersangka nyaris
dikeroyoki massa karena sempat dikepung ratusan orang.
Contoh kasus
lainnya adalah polisi menyalahgunakan narkoba, hal ini menunjukkan betapa
aparat penegak hukum tidak serius dalam pemberantasan narkoba. Namun ada salah
satu polisi yang memukuli pekerja yang sedang memperbaiki jalan dan
mengakibatkan amuk massa.
Landasan Teori
Dalam
teori belajar behaviorisme dari B.F.Skinner (Slavin,2000) bahwa hubungan antara
stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang
kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang
dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku.
Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus
memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul
akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah. Teori behaviorisme lebih dikenal dengan nama
teori belajar,karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar
artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme
tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau
emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya
dikendalikan oleh factor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih
menekankan pada tingkah laku manusia.
Teori
lain yaitu teori kognitif dari Jean Piaget (swiss,1998) bahwa munculnya
perilaku manusia dipengaruhi oleh cara berfikir, kemampuan untuk secara lebih
tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi
konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas
munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi
secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme,
yang berarti, tidak seperti teori nativisme
(yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan
kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan
kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi
dengan sendirinya terhadap lingkungan.
Dalam teori Hirarki Kebutuhan
dari Abraham Maslow (Amerika,1970) bahwa
manusia termotivasi
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah
kebutuhan fisiologis/dasar, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk dicintai
dan disayangi, kebutuhan untuk dihargai, dan kebutuhan untuk aktualisasi diri. Maslow
menyebut empat kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis
sampai kebutuhan harga diri dengan sebutan homeostatis. Kemudian berhenti
dengan sendirinya. Maslow memperluas cakupan prinsip homeostatik ini kepada
kebutuhan-kebutuhan tadi, seperti rasa aman, cinta dan harga diri yang biasanya
tidak kita kaitkan dengan prinsip tersebut. Maslow menganggap
kebutuhan-kebutuhan defisit tadi sebagai kebutuhan untuk bertahan. Cinta dan
kasih sayang pun sebenarnya memperjelas kebutuhan ini sudah ada sejak lahir
persis sama dengan insting.
Pembahasan
Kekerasan
yang dilakukan polisi terhadap anak remaja SMU
Kasus penyalahgunaan seragam sebenarnya sering
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kasus yang baru saja terjadi
adalah kasus kekerasan yang dilakukan polisi terhadap anak remaja SMU.
Berikut berita kasus yang tertulis di http://www.voaindonesia.com/content/kasus-kekerasan-oleh-polisi-terus-muncul-polri-diminta-benahi-diri/1786188.html :
Rabu, 02 Juli 2014 Waktu UTC: 14:36
Kasus Kekerasan oleh Polisi Terus Muncul,
Polri Diminta Benahi Diri
Kepolisian diminta lakukan pembenahan dan pengawasan internal menyusul berbagai kasus kekerasan yang dilakukan oleh polisi.
“
JAKARTA
— Aksi oknum polisi yang menembak seorang petugas keamanan (satpam) di kawasan
Cengkareng, Jakarta Barat baru-baru ini semakin memperpanjang daftar
kelakuan polisi yang brutal. Data Indonesia Police watch mencatat
sepanjang Juli hingga November 2013, sebanyak 10 orang tewas dan 16 orang terluka
akibat aksi “koboi” polisi.
Kisah memprihatinkan tentang prilaku
polisi lainnya baru-baru ini terjadi di Gorontalo dan Aceh. Lima orang polisi
memperkosa siswi SMU di Gorontalo berkali-kali sedangkan di Aceh, polisi diduga
menganiaya dan menembak pemuda berusia 20 tahun.
Pakar psikologi forensik dari
Universitas Indonesia, Reza Indragiri Amriel mengatakan, Kepala Kepolisian
Republik Indonesia Jenderal Sutarman harus segera melakukan pembenahan dan
pengawasan internal serta memperbaiki relasi dengan masyarakat. Perilaku oknum polisi
yang menembak secara serampangan dan tindakan asusila, kata Reza, sangat
memalukan dan menyakitkan. Menurutnya saat ini kepolisian juga harus
memperbaiki dan mengoptimalkan peran sumber daya manusia, lembaga pendidikan
dan hubungan masyarakat di lembaganya.
“Kalau ketiga hal ini dioptimalkan
perannya, maka saya optimis sejak proses seleksi berlangsung, perjalanan karir
hingga pensiun akan sangat minim kita menyaksikan peristiwa-peristiwa yang
memalukan dan menyakitkan hati masyarakat,” ujarnya ….”
Dia mengungkapkan
Kapolri Jenderal Sutarman akan melakukan peningkatan pengawasan terhadap
anggotanya. Pihaknya, lanjut Ronny, akan menindak tegas siapapun yang melanggar
hukum. “Beberapa
kali kejadian seperti ini ada tindakan langsung kepada anggota. Hampir setiap
tahun sekitar 300 anggota dipecat karena pelanggaran-pelanggarannya hasil
pemeriksaan. Artinya kita harus meneliti secara mendalam kasus per kasus,”
ujarnya.
Dalam kasus
diatas jelas terjadi penyalahgunaan seragam polisi terhadap masyarakat. Kasus
kekerasan yang terjadi pada polisi terhadap anak SMU ini adalah polisi tersebut
frustrasi sehingga timbul lah perilaku agresi pada polisi. Watson, Kulik, dan
Brown (dalam Soedardjo dan Helmi,1998) lebih jauh menyatakan bahwa frustrasi
yang muncul disebabkan adanya factor dari luar yang menekan begitu kuat
sehingga muncul perilaku agresi. Bandura (dalam Baron dan Bryne,1994)
menyatakan bahwa perilaku agresi merupakan hasil dari proses belajar social
melalui pengamatan terhadap dunia social. Dengan adegan kekerasan tersebut
terjadilah proses belajar dari model yang melakukan kekerasan sehingga akan
memunculkan perilaku agresi.
Kekerasan
seksual yang dilakukan polisi terhadap anak berusia 6 hingga 10 tahun.
Polisi seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat maupun warga
Negara nya. Tetapi ada saja perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh polisi
yaitu dengan cara mencabuli anak berusia 6 hingga 10 tahun.
Dikutip dari detik.com :
Banda Aceh - Korban pencabulan anggota polisi di Banda Aceh diduga lebih dari dua anak. Mereka rata-rata berusia 6 hingga 10 tahun. Wali kota minta kasus tersebut diusut tuntas.
Berdasarkan informasi, kelima korban dicabuli di
lokasi terpisah di kawasan Banda Aceh. Ada korban yang tinggal satu kompleks
dengan pelaku. Pelaku mengiming-imingi korban dengan uang jajan dan
jalan-jalan.
Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB Kota Banda
Aceh, Badrunnisa, mengatakan, korban yang membuat laporan ke Polresta Banda
Aceh baru dua orang. Setelah pihaknya membuat penelusuran, baru terungkap
ternyata korban lebih dari 2 orang.
"Jumlahnya 5 anak. Korban rata-rata berusia antara 6 hingga 10
tahun," kata Badrunnisa kepada wartawan saat ditemui di kantornya, Jl KH
Ahmad Dahlan, Banda Aceh, Senin (21/4/2014).
Kasus ini terungkap setelah dua keluarga korban melapor ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Banda Aceh. Kejadian itu terjadi dalam jangka waktu sebelum dan usai Pemilu 9 April 2014 lalu.
Kasus ini terungkap setelah dua keluarga korban melapor ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Banda Aceh. Kejadian itu terjadi dalam jangka waktu sebelum dan usai Pemilu 9 April 2014 lalu.
Dalam kasus diatas jelas polisi melakukan kekerasan
seksual karena motivasi seksual si polisi, dan dorongan si polisi nya. Perilaku
di dorong kearah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri
seseorang . Freud (1940/1949) mendasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada
bawaan/dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif. Ketika suatu keadaan
dorongan internal muncul, individu didorong untuk mengaturnya dalam perilku
yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong.
Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan
dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Perilaku seksual sebagian
tergantung pada kondisi fisiologis, yang disebut sebagai suatu motif biologis.
Motivasi seksual adalah social karena motivasi ini melibatkan orang lain dan
memberi dasar bagi pengelompokkan social. Seks dalam psikologi dipercayai
sebagai bagian yang penting dari kehidupan emosi kita, seks dapat menimbulkan
kenikmatan intens tetapi juga dapat memberi kita penderitaan yang dalam dan
menyebabkan kita terlibat dalam berbagai keputusan sulit. Teori kepribadian
dari Freud didasarkan pada emosi sebagai pusat dalam perilaku seks (Gorski,dkk.
Dalam Morgan,dkk. 1986).
Kesimpulan
Beberapa
hal dapat melatarbelakangi munculnya suatu perilaku. Melalui cara berfikir,
pengalaman, dll. Hal-hal tersebut saling berhubungan, sehingga menciptakan
presepsi seseorang terhadap orang lain. Keadaan individu yang merasa berkuasa
dari orang lain yang dihadapinya juga dapat merubah presepsi dan mempengaruhi
perilaku.
Penggunaan seragam sebagai indentitas profesi seseorang
membentuk rasa percaya diri yang lebih. Penggunaan seragam memberikan
status dan perlakuan yang berbeda-beda
dalam masyarakat. Seragam yang dikenakan dapat pula membentuk presepsi yang
berbeda terhadap orang lain, terlebih ada pula orang-orang yang menggunakan
seragam tertentu lalu dirinya menganggap orang lain lebih lemah darinya.
Sehingga penggunaan seragam yang seperti itu dapat disalahgunakan untuk
menyalurkan rasa ”kekuasaan” namun dalam bentuk kekerasan yang negatif.
Penyiksaan, tindakan
yang tidak manusiawi dan merendahkan adalah pelanggaran HAM. Karena hak untuk
tidak disiksa adalah salah satu dari beberapa hak, dalam keadaan apapun juga,
yang tidak dapat dibatasi. Hak untuk tidak disiksa adalah hak mutlak.
Seharusnya polisi dan
masyarakat bekerjasama sebagai mitra untuk mengidentifikasi menentukan skala
prioritas dan memecahkan masalah yang tengah terjadi, seperti kejahatan,
narkoba, ketakutan akan kejahatan, ketidak tertiban social, dan ketidak
tertiban fisik. Sehingga tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup di wilayah
tempat tersebut bisa tercapai.
Beberapa pengamat sering
melontarkan penilaian bahwa polisi kerap melakukan pelanggaran HAM. Penilaian
tersebut didasarkan pada kenyataan seringnya polisi menggunakan kekerasan dan
bahkan ada yang memakan korban tatkala menjalankan tugas.
Saran
Mengenai harapan dan tanggapan tentang kepolisian
ini,maka sebagai warga Negara Indonesia kita semua berharap Polri kedepannya
dapat menjadi lebih baik dan setia dalam melayani masyarakat seperti moto
mereka. Namun tidak menuntut Polri untuk berubah. Harapan masyarakat itu akan
menjadi tantangan berat bagi Polri untuk menjadi lebih baik. Salah satunya
dengan mereformasi dalam skala besar tubuhnya (Polri). Memberantas segala
tindak pelanggaran hukum dan menjaga masyarakat agar tetap selalu ada dalam
rasa aman dan nyaman harus menjadi tugas utama bagi mereka, hanya tinggal
menunggu eksekusinya saja nanti seperti apa. Jika harapan masyarakat dan
tantangan bagi Polri itu tidak dengan serius dilaksanakan jangan harap Polri
dapat kembali bercitra baik. Bahkan di masa depan nanti anak-anak dan sanak
saudara kita akan enggan menyebut profesi sebagai polisi menjadi cita-cita
mereka.
Daftar
Pustaka
Meliala, Adrianus. (2001) Perilaku Kolektif dan Tindakan Anarkis :
Perspektif Kepolisian. No.3. Vol. 1. Universitas Indonesia, Depok.
Basuki, Heru A.M. (2008) Psikologi
umum. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Riyanti, Dwi. (1998) Psikologi
umum 2. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Jess, Feist. (2010) Psikologi
kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika.
Sarwono, W. Sarlito. (2011) Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba
Humanika.
No comments:
Post a Comment